TINJAUAN TENTANG MENDIRIKAN TRAVEL AGEN
Dilihat dari caranya berbicara, nampak sekali dia seorang organisatoris. Cara mengungkapkan ide dan menjawab berbagai pertanyaan, baik dan lugas. Logika berpikirnya terstruktur, dengan kerangka sebab akibat. Itulah gambaran dasar sosok seorang, Heriyadi, Wakil Ketua Asosiasi Travel Indonesia (Asita). Berikut ini, petikan wawancara wartawan Matra Bisnis.
Untuk mengembangkan suatu perusahaan travel yang baik, modal utama adalah sumber daya manusia (SDM). Dan tentu saja, modal uang. Alasan orang membangun travel tentu beragam. Ada alasan baik dan kurang baik. Alasan baik misalnya, ingin membuka usaha mandiri. Salah satu alasan kurang baik misalnya, kesal dengan bosnya, dan lainya.
Terkadang ada orang membangun travel dengan “emosi”. Maksudnya, ketika melihat ada suatu acara ramai, semisalnya Imlek atau Cap Go Meh. Maka, orang beramai-ramai membuat travel. Karena saat itulah dianggap paling tepat mencari uang dan keuntungan. Padahal, keramaian acara itu hanya berapa hari saja. Nah, selanjutnya, mempertahankan travel itu bagaimana. Padahal, untuk biaya operasional, gaji karyawan, dan lainnya perlu dana. Mampu atau tidak, orang melanjutkannya?
Motifasi itulah yang membedakan berdirinya suatu travel. Namun, tak perlulah memperdebatkan alasan berdirinya suatu travel. Yang ingin dilihat, bagaimana membangun travel kedepannya.
Modal awal mendirikan perusahaan travel, sama saja dengan perusahaan lain. Pada dasarnya, harus memperhatikan berbagai unsur. Misalnya, bagaimana letak dan fasilitasnya. Hubungan ke pelanggan atau diluar pelanggan, ada atau tidak. Ketika persyaratan itu tidak terpenuhi, pengusaha travel akan susah mendapatkan akses.
Kenapa letak suatu travel begitu penting?
Ketika seseorang membangun travel atau mengajukan menjadi anggota Asita, masalah letak menjadi persyaratan dasar. Asita tidak memperkenankan anggotanya membangun kantor di gang. Yang namanya travel, apabila letaknya di dalam gang, akan susah. Karena fungsi travel itu sendiri, adalah untuk melayani masyarakat. Dan bukan hanya bagi suatu komunitas sendiri.
“Kita inginnya, travel itu berkembang lebih maju,” kata lelaki, yang biasa dipanggil Heri, ini.
Maksud dikenal dalam artian, tidak hanya di lingkungan mereka sendiri. Tapi, juga dikenal secara luas. Baik oleh teman sendiri, atau di luar negara. Sehingga bukan hanya pandai bermain pada bidang lokal, tapi diharapkan juga diluar.
Travel yang baik, harus mempunyai akses ke pelanggan, pemerintah, penerbangan atau travel lainnya. Ketika membuka travel, perusahaan harus tahu, siapa pelanggan dan menjadi target pangsa pasarnya. Akses ke pemerintah menyangkut ijin pendirian suatu travel. Akses ke penerbangan, bagaimana menjalin kerja sama dengan pihak penerbangan.
Kerja sama dengan travel lain mutlak dilakukan. Misalnya, ketika membuka travel di Pontianak, travel mana bisa diajak kerja sama di Jakarta. Ibaratnya, pusat ada di sana. Sehingga kalau ada informasi atau apa pun dari Jakarta, bisa memanfaatkannya. Lalu, travel punya akses ke mana. Apakah hanya untuk jualan tiket saja, atau penjualan paket tur dan tiket.
Perusahaan travel harus mempunyai SDM dari tamatan pariwisata. Persyaratan itu mesti diberikan pemerintah, ketika ada perusahaan mengajukan ijin mendirikan travel. Persyaratan lain, fasilitas travel musti dilihat. Jangan sampai, orang mendirikan travel dengan modal ruangan sempit, semisal 2x1, atau 4x4.
Nah, sampai saat ini, pemerintah kurang tegas memberikan berbagai aturan, ketika orang mendirikan travel. Asita berharap banyak pada pemerintah dalam hal ini. Sikap ini, bukan berusaha menutup kemungkinan orang membuat usaha. Cuma, untuk berusaha perlu kode etik tersendiri. Pemerintah belum melakukan itu, dan baru sekedar memberikan fasilitas ijin.
Asita pernah mengadakan himbauan dan audiensi pada pemerintah Kota Pontianak. Tidak menutup kemungkinan, akan melebar ke kabupaten lain. Supaya pemerintah menertibkan ijin travel. Jadi, sebelum pemerintah memberikan ijin, harus ada rekomendasi dari Asita. Tujuannya, memberikan informasi pada pengusaha, tentang apa yang bakal mereka buat.
Syarat mutlak ketika orang membuka travel adalah relasi. Itulah intinya. Biasanya kesulitan itu pada tahap penyesuaian keadaan. Penyesuaian pada tahap kerja. Terkadang teman, baik dari manager atau karyawannya, agak kikuk menyesuaikan dengan managemen dan relasi.
Biasanya, setelah itu mereka akan terbiasa bekerja dan mengetahui keadaan. Sehingga pada waktunya, mereka harus siap. Karena itulah, Asita mengharapkan SDM dari travel, orang dari sekolah pariwisata. Karena mereka sudah terlatih dan tahu bagaimana menangani suatu masalah. Sehingga tidak harus mulai dari awal lagi.
Asita bahkan bisa merekomendasikan, karyawan mana yang pengusaha mau. Sekolah pariwisata ada di Pontianak. Setiap tahun dipantau terus kemana para lulusannya. Biasanya siswa pariwisata magang di perusahaan travel. Lamanya bisa 3 bulan. Selepas magang, anggota Asita akan memberikan rekomendasi, bagaimana kualifikasi siswa itu ketika magang di travelnya. Data itu menjadi catatan tersendiri bagi Asita dalam memberikan rekomendasi.
Kadang orang membuka travel dengan merekrut kerabat atau saudaranya. Ketika ada kendala di lapangan, seperti pesawat terlambat datang, melobi tamu, atau masalah apa, mereka tidak tahu harus berbuat apa. Dan itu memang susah, karena harus penyesuaian. Biasanya penyesuaian bisa berlangsung selama 3 bulan. Nah, selama 3 bulan membuka travel itu, biasanya sudah rugi duluan. Karena pelanggan sering mengeluh.
Asita berusaha mengayomi semua anggotanya. Makanya, setiap bulan Asita selalu berkunjung dan memantau anggotanya. Bila ada anggotanya tutup, akan dicari tahu penyebabnya. Asita akan bertanya pada managernya. Apa penyebab, kendala, dan sehingga travel itu tutup. Laporan itu akan diberikan pada DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Asita di Jakarta.
Asita berusaha melindungi setiap angotanya. Salah satu caranya dengan meningkatkan SDM. Baik dalam bidang ticketing, guiding, maupun dalam membuat paket perjalanan atau wisata. “Kita sedang dalam pembenahan dan membina lagi. Ada pelatihannya. Mereka yang dulunya melempem dan tidak ada kegiatan, akan kita angkat,” kata Heri.
Susahnya mengelola travel, terkadang diluar dari masalah travel itu sendiri. Semisal dengan perusahaan penerbangan. Karenanya, Asita menyarankan beberapa perusahaan penerbangan menjadi anggota Asita. Tanpa sertifikat dari anggota, suatu travel tidak bisa mengambil tiket di suatu penerbangan. Mereka hanya bisa menjadi agen dan sub agen dari penerbangan itu.
Lalu, diluar dari masalah itu adalah terbatasnya modal. Untuk mengembangkan diri, kebanyakan travel modalnya kecil, sehingga melorot lagi. Misalnya, dengan modal Rp 30 juta, orang bisa mendirikan travel dengan fasilitas seadanya saja.
Peluang membuka travel sebenarnya masih sangat besar sekali. Bahkan, ada banyak travel bisa hidup dari hanya menjual voucher hotel saja. Tapi, tidak menutup kemungkinan, travel juga menjual tiket. Tapi, menjual tiket bukanlah pendapatan utama. Travel juga bisa hidup dari penjualan tiket saja.
Karenanya, Asita akan mengelompokkan, mana travel bergerak di adventure, dan yang bergerak diluar kapasitas itu. Dari sana akan terlihat kekuatan suatu travel. Dengan mengetahui kekuatan, Asita akan sanggup meningkatkan SDM suatu travel. Sehingga kalau ada suatu pertemuan atau apa, bisa direkomendasikan travel mana yang akan menanganinya.
Dengan cara itu, kedepannya peran Asita hanya mengkordinirnya saja. Selain itu, Asita bisa merekomendasikan atau menilai, suatu hotel layak atau tidak sebagai tempat penginapan. Banyak hal yang nantinya bisa direkomendasikan untuk itu.
Peran pemerintah sekarang ini sudah mulai terbuka, dalam menfasilitasi peraturan dan memperlancar kegiatan itu. Selama ini, kendala pemerintah selalu terbentur masalah kekurangan dana. Ada ide-ide dari Asita dan diajukan pada pemerintah, selalu terbentur dan tidak bisa jalan, karena tidak ada dana.
Asita akan berkordinasi dengan pemerintah dan bekerja sama dalam membuat berbagai program. Yang berhubungan dengan pariwisata. Sehingga ketika pemerintah membuat kegiatan, akan mengikut sertakan Asita. Karena Asita tahu kekuatan organisasi dan anggotanya. Ketika pemerintah membuat suatu kegiatan seperti pelatihan, menjadi menjadi tepat sasaran. Jangan sampai anggota yang tidak bergerak dalam bidang tur, tapi diikutsertakan dalam pelatihan.
Kedepannya, Asita akan membuat spesifikasi suatu travel. Mana travel bergerak di bidang adventure (petualangan), umroh, paket wisata, dan lainnya. Sekarang ini masih masih acak. Semua bisa diambil.
Paket wisata yang paling punya peluang dikembangkan di Kalbar adalah paket adventure (petualangan). Peluang itu besar sekali. Ada beberapa tujuan wisata bisa dicapai seperti, Taman Nasional Betung Karihun, Danau Sentarum, dan potensi wisata hutan yang belum terjamah.
Selain itu, paket ini sanggup menawarkan keuntungan hingga 60 persen. Namun, tingkat resikonya juga tinggi. Hasil yang didapat sebanding dengan resikonya. Bahkan, kalau kena apes, bisa merugi dan kena marah tamu. Adventure berhubungan dengan faktor alam, yang kadang tak bisa terduga. Misalnya, target 4-5 hari sampai tujuan, tiba-tiba tidak bisa dicapai, karena faktor alam. Karena mobil terjebak lumpur atau apa, sehingga tamu harus diinapkan lagi. Dan itu tentu saja membuat biaya jadi membengkak. Tentu resikonya harus ditanggung.
Nah, sebenarnya, membuka bisnis travel masih memberikan harapan dan peluang bisnis. Prospeknya masih baik sekali. Sangat disayangkan, bila membangun travel, tidak dilandasi SDM. Jangan sampai umur travel hanya sebentar saja, karena tidak didukung SDM yang baik.
“Kuncinya di SDM itu,” kata Heri.***
Thanks Bro
Klik disini. BAGAIMANA MENDIRIKAN BADAN USAHA
0 comments
Post a Comment